Selasa, 28 Juli 2009

Camat Ngaliyan Ir Supratono

Pasar Ngaliyan digeser ke utara
Rencana pemindahan Pasar Ngaliyan dipastikan akan bergeser ke arah utara, sekitar 50 meter dari tempat semula. Lahan tersebut menggunakan tanah aset Pemkot Semarang yang selama ini juga sebagian sudah ditempati oleh para Pedagang Kaki Lima (PKL). Hal itu diungkapkan oleh Camat Ngaliyan Ir Supratono kepada Wawasan di kantornya, didampingi Kasie Pembangunan Heru Kusnendar Senin (11/5). Menurutnya, secara prinsip, pedagang di Pasar Ngaliyan tidak pernah menolak pemindahan dan penataan kembali kios mereka terkait dengan rencana pelebaran Jalan Raya Ngaliyan tepat di depan pasar tersebut.
’’Hanya saja yang harus dipikirkan adalah agar kepentingan pedagang terutama pemilik kios tidak terabaikan, begitu pula dengan PKL yang ada di sekitarnya. Yang pasti ini merupakan itikad baik Pemkot untuk mengakomodasi pedagang Pasar Ngaliyan,’’ ujarnya.Dijelaskannya, dari hasil rapat koordinasi dengan Dinas Pasar dan Dinas Bina Marga pekan lalu, disepakati bahwa dalam waktu dekat akan dilakukan penataan kembali sebagian kios pedagang Pasar Ngaliyan. Penataan itu terkait dengan rencana pelebaran Jalan Raya Ngaliyan.Dalam rapat diketahui pula bahwa luasan lahan yang dibutuhkan adalah 40 x 5 meter, untuk memindahkan sekitar 12 pedagang. Sedangkan dana pembuatan kios merupakan wewenang Dinas Bina Marga. Heru menambahkan, beberapa hari yang lalu staf Dinas Pasar sudah melakukan pengukuran area. Dimungkinkan, dalam waktu dekat realisasi pemindahan kios pedagang akan segera dilakukan.Meski demikian, pihaknya berharap agar Dinas Pasar melakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada para pedagang. Hal itu untuk mengeleminasi kemungkinan penolakan dari para pedagang.’’Kami dari kecamatan hanya berharap agar ada proses sosialisasi kepada pedagang dengan melibatkan pihak kelurahan karena mereka yang tahu persis kondisi pedagang di lapangan semata demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan,’’ terangnya.
Asal menguntungkanSementara itu menurut seorang pedagang, Umi (42), menyatakan agar penataan kembali para pedagang tidak merugikan mereka. Hal itu dapat dilakukan semisal jika semula kios mereka berada di depan, juga kembali ditempatkan di bagian depan.’’Pada prinsipnya kami mendukung, asalkan diberikan tempat yang representatif sesuai dengan kondisi semula yang aman,’’ katanya.Mengenai letak kios pengganti tersebut, dirinya tidak mempermasalahkannya. Pasalnya, sebagai pe-megang hak sewa bangunan, pedagang atau pengguna hak kios untuk berjualan pasrah saja jika hendak ditata, asalkan lebih baik untuk ke depannya. Hal itu menurutnya juga untuk kepentingan pedagang sendiri.Disinggung mengenai luasan kios yang kemungkinan akan berubah menjadi lebih sempit, Umi mengaku tidak terlalu merisaukannya. Menurutnya, sebagai pedagang masih diizinkan berjualan saja sungguh sangat beruntung terlebih pascakebakaran tahun lalu, yang membuat sebagian pedagang gulung tikar.


PKL bukan momok, jika ditata dengan rapi
YANG namanya pedagang kaki lima (PKL), selalu diidentikkan dengan ketertiban, kebersihan dan kenyamanan sebuah kota. Maka dari itu, PKL seakan menjadi momok yang selalu dikejar-kejar di belahan kota manapun. Belum lagi yang jumlahnya seperti cendawan di musim hujan. Ketidakmampuan sektor swasta menyerap tenaga kerja serta pemutusan hubungan kerja (PHK), merupakan salah satu faktor yang dituding menjadi penyebabnya. Akibatnya, banyak mantan karyawan yang terpaksa membuka dasaran, beralih profesi menjadi PKL.
Kawasan di pinggir jalan strategis, di dekat pasar dan pusat keramaian adalah sasaran berdagang yang tepat. Namun, alih-alih ingin mendapatkan tempat yang lebih dekat ke pembeli, justru keberadaan PKL lebih sering dikejar-kejar aparat Satpol PP.Berangkat dari itu, muncul ide untuk mengumpulkan PKL dalam satu tempat. Mewadahi mereka dalam paguyuban dan yang lebih penting adalah, menempatkan PKL dalam satu lokasi, sehingga mempermudah penanganan, baik sampah ataupun masalah lain.’’Awalnya saya hanya berpikir, bagaimana mengatasi pertumbuhan PKL yang menjamur ini tanpa harus mengusir mereka, karena juga berhubungan dengan perut dan nafkah bagi keluarga. Akhirnya muncul ide tersebut,’’ ujar Camat Ngaliyan Ir Supratono, suatu ketika.
Lahan kosong Tiga tahun lalu, ide cemerlang itu terwujud. Belasan PKL yang biasa mangkal di Jalan Ngaliyan Raya, diakomodasi untuk pindah ke lahan kosong milik Pemkot, di samping Kantor Kecamatan, persisnya di atas Kantor Kelurahan.Supratono menambahkan, bahwa ide penyatuan PKL diilhami dari sering diberitakannya para pedagang yang dikejar, dan ditertibkan Satpol PP. Berpijak dari kasus serupa di Solo, di mana PKL ditempatkan dalam satu tempat khusus, Supratono mengusulkan penataan ini kepada PKL di Ngaliyan, dan diberi nama PKL Jaya Makmur, yang menunjukkan harapan dari para pedagang.Meski awalnya terjadi resistensi, layaknya pemindahan proses penertiban PKL lainnya, lambat laun para pedagang yang justru diuntungkan. Terlebih, setelah berdagang sekian tahun, semakin banyak warga yang mengetahui keberadaan dan jam buka mereka, dari pukul 16.00-22.00 WIB.’’Setelah buka dasaran di sini, dagangan kami makin laris, beda dengan saat masih di pinggir jalan dulu. Mungkin karena tempatnya lebih bersih dan teratur, jadi pembeli lebih suka makan di sini,’’ tutur Mbak Nik, pemilik warung ayam bakar membenarkan.Diakuinya, dulu sebelum dilokalisasi pihak kecamatan, ia mengaku sering was-was jika sewaktu-waktu Satpol PP Kota Semarang menertibkan dagangannya. Namun setelah ditata dan ditempatkan secara baik, ia lebih tenang dan rezeki berdagangpun mengalir lancar. Kini, omzet Rp 500 per hari pun bukan masalah bagi pendapatannya.



Tidak ada komentar: