Selasa, 09 September 2008

Bersama maestro Sapto Hoedoyo


Lelaki yang masih berdarah keraton ini bisa disejajarkan namanya dengan seniman antara lain Affandi, Amir Yahya, Nyoman Gunarsa, bahkan Basuki Abdullah. Pelukis yang dikenal dengan lukisan ala seniman Yogyakarta yang kuat dengan lukisan dekoratifnya ini antara lain mengangkat motif batik kontemporer – tak beda dengan Bagong Kusudiarjo. Sapto pernah menjadi suami dari Kartika Affandi – putri Affandi yang juga seorang pelukis—sebelum mereka bercerai dan akhirnya menikahi Mulyaningsih (akrab disapa Yani).
Pelukis yang mendirikan Galeri Sapto Hudoyo di Yogyakarta ini memang cukup akrab di publik. Seniman yang pada hari tuanya hanya ditemani oleh Yani, istri yang setia mendampinginya selama ini, dikenal kuat dalam mewariskan budaya seni rupa khususnya di Yogyakarta.Yani, yang bahkan mengakui namanya tak bisa dipisahkan dari Sapto Hudoyo ini, pernah mengatakan bahwa dia kerap harus menyesuaikan diri dengan suaminya yang dekat dengan ”Jawa Surakartanan” yang berbeda dengan gayanya, wanita Jawa Banyumasan yang suka blak-blakan dan apa adanya. Di dunia seni rupa, Sapto pada era 1971-1972 merupakan pelopor dalam kerajinan tradisional Kasongan sehingga akhirnya kerajinan itu mengalami kemajuan yang cukup pesat. Sapto membuat para perajin memodifikasi desain kerajinan gerabah sehingga dinamis dan tidak monoton dan memberikan hasil seni yang semakin tinggi. Gerabah yang dimunculkan bermotif dan berornamen berbagai macam binatang dan bunga. Atas perannya itu, tahun 1996, Sapto Hudoyo Hudoyo menerima Upakarti dari Presiden Soeharto atas jerih payahnya dalam membina perajin di Kampung Kasongan.

Tidak ada komentar: