Ada dua sebutan yang melekat pada kehidupan Eko Suryo Maharsono: pejabat dan dalang. Eko saat ini menjabat kepala Dinas Kimpraswil Kota Jogja. Dalam dunia lain, pejabat berbadan besar itu juga seorang dalang."Bagi saya, dua kehidupan berbeda yang menyatu," kata Eko saat diskusi membangkitkan kecintaan masyarakat terhadap wayang di kediamannya beberapa waktu lalu.Usai ngantor, Eko lebih banyak menghabiskan waktunya di rumahnya di Purwokinanti, Pakualaman. Ia menghabiskan waktu untuk berwayang ria di tempat tinggalnya yang rusak akibat gempa tektonik 27 Mei 2006.Salah satu ruangan yang terletak di paling ujung rumahnya difungsikan untuk berbagai kegiatan wayang. Di tempat ini terdapat alat-alat musik gamelan, puluhan lembar wayang kulit dan lantai terbuka yang biasa digunakan untuk ngobrol tentang seni, budaya dan pewayangan. Saat Eko di rumah, pintu ruangan dibiarkan terbuka. Isinya terlihat jelas oleh masyarakat yang melintas di depan rumahnya. Ia mempersilakan siapa saja memasuki rumahnya. Misalnya memainkan gamelan atau sekadar melihat wayang berbagi tokoh."Saya senang bila masyarakat ikut nguri-uri kebudayaan. Terutama wayang. Ini warisan yang harus kita lestarikan," kata dalang yang tidak merokok ini. Eko yang tanggal 4 Desember lalu pentas pada acara tumbuk ageng di Jalan Supeno dengan lakon Wahyu Makutha Rama itu merelakan rumahnya untuk ajang kegiatan kesenian. Mulai karawitan, nembang dan geguritan. Kegiatan itu diharapkan membuat masyarakat, terutama anak-anak dan pemuda, kembali mencintai warisan budaya Jawa."Saya prihatin saat ini banyak pemuda, bahkan orang tua, yang kesulitan berbahasa Jawa krama. Sementara orang-orang asing justru fasih menggunakan bahasa Jawa halus. Seharusnya kita gelisah," tuturnya prihatin. Kegelisahan itu yang membuat Eko terobsesi mendekatkan anak-anak muda mencintai bahasa Jawa selain bahasa nasional. "Bisa bahasa asing, itu bagus. Tapi, jangan dilupakan bahasa Jawa," ajaknya.
Dalang Eko Suryo Maharsono semakin total menggeluti dunia pewayangan. Di sela kesibukan mengisi serangkaian pentas wayang di berbagai tempat, Eko sedang berproses mewujudkan keinginan mendekatkan masyarakat dengan seni dan budaya.
Wajah Eko Suryo Maharsono, pejabat berbadan besar itu terlihat sedikit lelah setelah merampungkan urusan kantor. Sesekali dia mengambil gelas berisi teh manis yang ditempatkan di sudut meja kerjanya. Dia lantas meninggalkan sejenak pekerjaan yang menguras tenaga dan pikiran.
Eko yang pernah menjabat Kepala Badan Perencana Pembangunan (Bappeda) Kota Jogja tahun 2003-2004 itu lantas mengambil beberapa lembar wayang kulit yang ditata rapi di lemari. Ia pun langsung memainkan beberapa tokoh pewayangan sekitar 15-20 menit. Ya, Eko adalah pejabat di lingkungan Balai Kota Timoho yang selama ini konsen melestarikan kesenian tradisional, termasuk wayang kulit. Di kalangan pecinta wayang, Eko dikenal sebagai seorang dalang. "Karena wayang adalah media yang fungsinya dapat menjadi hiburan, tontotan, tatanan sekaligus tuntunan," tuturnya, sembari memainkan tokoh Semar.Karena fungsi dan daya tarik itu, Eko menjadikan wayang sebagai media berkomunikasi dengan masyarakat. Ia juga memanfaatkan wayang untuk menyampaikan pesan-pesan kepada masyarakat."Saya angkat jempol terhadap yang dilakukan Mas Eko," kata Waluh. Waluh adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang aktif dalam kegiatan seni dan budaya. Waluh juga sering melawak dan berdendang lagu-lagu campursari bersama kelompok musiknya. Eko sendiri mengaku belum lama memfungsikan wayang sebagai sarana menyerap aspirasi dan keluhan masyarakat berkait pembangunan di Kota Jogja. "Saya baru manggung delapan kali," terang pejabat yang tinggal di Pakualaman ini. Lakon yang disuguhkan saat mendalang berbeda-beda. Namun, isi yang disampaikan memberi pendidikan dan pencerahan kepada masyarakat. Termasuk menginformasikan program-program pembangunan. Menurut Eko, pembangunan tidak hanya inisiatif dari pemkot. Namun merupakan kolaborasi gagasan pemkot bersama masyarakat. Inisiatif harus muncul dari keduanya. Nah, wayang terbukti menjadi ajang tukar informasi. Momen pas untuk dialog saat goro-goro. Hasilnya? Eko selama mendalang mengaku mendapat banyak masukan dari masyarakat. Bahkan, ia juga sempat dikritik masyarakat berkait fasilitas publik. "Dari wayang ini, saya menjadi tahu sikap masyarakat terhadap pelayanan pemerintah," katanya.Lantas, apa komentar masyarakat terhadap terobosan yang dilakukan Eko? Yanto, warga Giwangan mengatakan salut terhadap cara-cara Eko menggali informasi dari masyarakat."Apa yang dilakukan Pak Eko sangat bagus," kata pria yang pernah menyaksikan kebolehan Eko mendalang. Hanya, ia meminta Eko tidak hanya bisa mendengarkan keinginan maupun kritikan masyarakat. Namun, pekerjaan utama yang harus dilakukan adalah memperbaiki kualitas pelayanan kepada masyarakat.